Kamis, 22 Juli 2010

Waduk Jatiluhur, Irigasi dan Wisata





Pada akhir bulan Desember 2008, saya mengunjungi waduk Jatiluhur ketika dalam perjalanan dari Jakarta menuju ke Bandung. Sebenarnya ini merupakan kunjungan ke waduk Jatiluhur yang kedua kalinya. Begitu keluar dari gerbang tol Jatiluhur, dengan waktu perjalanan sekitar 20 menit, sampailah di lokasi bendungan Jatiluhur, dengan membeli tiket masuk sebesar Rp. 7.500 / orang, pengunjung dapat menikmati kawasan wisata Grama Tirta Jatiluhur.


Tujuan saya berkunjung adalah untuk melihat bendungan utama Jatiluhur, ternyata saat ini untuk melihat bendungan utama Ir. H. Djuanda, pengunjung harus mendapat izin dari pengurus bendungan dan harus memperlihatkan Kartu Tanda Penduduk, kemudian diberikan surat pengantar dan dikenakan biaya sebesar Rp. 20.000 untuk satu mobil.

Pada kunjungan sebelumnya sekitar dua tahun yang lalu, pengunjung tidak memerlukan surat pengantar hanya minta izin secara lisan pada petugas di depan pintu masuk bendungan utama serta mobil dan motor bisa langsung masuk ke lokasi bendungan, saat ini kendaraan bermotor harus diparkir sekitar beberapa meter dari pintu masuk bendungan utama. Untuk menuju ke lokasi bendungan, pengunjung harus berjalan kaki sekitar 200 ratus meter untuk melihat waduk Jatiluhur.

Dengan diberlakunya surat pengantar serta mobil dan motor yang tidak diperkenankan masuk ke lokasi bendungan malahan suasana di sekitar bendungan lebih baik dan teratur, sehingga pengunjung bendungan tidak terganggu oleh mobil dan motor yang lalu lalang.

Bendungan Jatiluhur merupakan bendungan yang terbesar di Indonesia, yang dibangun pada sungai Citarum terletak di kabupaten Purwakarta, kira-kira 9 kilometer dari pusat kota Purwakarta, dibangun sejak tahun 1957 dan bendungan ini mulai dioperasikan pada tahun 1967, pemanfaatan utama mula-mula untuk pembangkit tenaga listrik, namun kemudian pemanfaatannya untuk segala kebutuhan yang berhubungan dengan air. Bendungan utama Ir. H. Djuanda, yang dikenal juga dengan nama bendungan Jatiluhur dengan panjang 1.200 meter dan tinggi tower 114,5 meter.

Bendungan Jatiluhur yang dibangun pada saat memasuki era kemerdekaan, merupakan proyek pengairan yang terbesar yang dikerjakan dan ditangani oleh teknisi-teknisi dari bangsa Indonesia, dengan konsultan dari Perancis yang telah berpengalaman dalam membangun bendungan besar. Bendungan ini dibuat menyerupai gaya bendungan yang terbesar di dunia, yaitu bendungan Aswan di Mesir.

Pemberian nama Luhur, karena di sini terdapat bangunan-bangunan yang disimbolkan sebagai angka keramat bangsa Indonesia, yaitu 17-8-1945, di mana pompa hidrolik untuk saluran Tarum Barat berjumlah 17 buah, pilar pemegang pintu pengatur untuk meneruskan aliran ke daerah Walahar beserta menaranya berjumlah 8 buah, dan angka 45 ditunjukkan pada pembangunan pompa-pompa listrik untuk saluran Tarum Timur, agar lebih efisien dan efektif dibuat miring 45 derajat.

Selain merupakan waduk yang terbesar, waduk Jatiluhur juga merupakan waduk serbaguna yang pertama di Indonesia, dengan panorama danau yang luasnya 8.300 ha, dengan potensi air yang tersedia sebesar 12,9 milyar m3/ tahun dan memiliki fungsi penyediaan air irigasi untuk 242.000 ha sawah untuk dua kali tanam dalam setahun, selain itu waduk Jatiluhur juga berfungsi sebagai air baku air minum, budidaya perikanan dan pengendali banjir yang dikelola oleh Perum Jasa Trita II.

Di dalam waduk Jatiluhur, terpasang 6 unit turbin dengan daya terpasang 187 MW dengan produksi tenaga listrik rata-rata 1.000 juta kwh setiap tahun dikelola oleh PT PLN (Persero).

Pada saat saya berkunjung ke bendungan Jatiluhur, saya sempat kecewa karena pintu menuju ke waduk ditutup, akhirnya saya mengambil beberapa foto di sekitar bendungan, untungnya sekitar 15 menit kemudian, ada seorang petugas yang datang membuka kunci pintu masuk waduk, saya sempat bertanya mengapa ditutup, katanya tadi pagi, ada sedikit masalah dengan waduk tersebut, sehingga ditutup untuk umum.

Begitu pintu dibuka, puluhan pengunjung waduk Jatiluhur segera memasuki waduk, dan melihat waduk dari dekat, tampak seperti sumur yang sangat besar dan dalam, sayangnya turbin airnya sedang tidak menyala. Segera saya mengambil beberapa tampak dalam waduk yang berbentuk lingkaran tersebut dan kebetulan petugas yang tadi membukakan pintu masuk waduk masih berada di lokasi tersebut, menurut petugas, apabila kebutuhan air irigasi untuk persawahan yang mendapat aliran irigasi dari waduk Jatiluhur sudah mencukupi seperti pada saat saya berkunjung yaitu musim hujan dengan frekuensi turunnya curah hujan yang cukup sering, maka turbin air akan dimatikan. Kondisi waduk tersebut pada saat turbin air dimatikan, kelihatan kurang menarik dan terlihat kedalaman waduk yang sangat dalam.

Untungnya saya masih mempunyai koleksi foto waduk Jatiluhur pada saat turbin air dinyalakan, tampak semburan air yang begitu menakjubkan dengan adanya semburat pelangi di waduk. Foto waduk dengan turbin air menyala diambil pada tahun 2006 yang lalu, saya kunjungan ke waduk Jatiluhur untuk pertama kalinya.
Fungsi utama bendungan Jatiluhur adalah sebagai sarana irigasi, pusat listrik tenaga air dan berfungsi pula sebagai tujuan wisata pendidikan dan wisata alam, udara cukup sejuk dengan angin sepoi-sepoi yang berhembus.

Di kawasan wisata Grama Tirta terdapat fasilitas rekreasi seperti hotel, restaurant, lapangan tenis, kolam renang, taman bermain dan fasilitas lainnya, berhubung saya ingin melanjutkan perjalanan ke kota Bandung dan hujan rintik-rintik yang mulai turun ketika saya hendak meninggalkan lokasi bendungan Jatiluhur, saya tidak sempat foto-foto untuk areal wisata tersebut.

Penulis : Ariana - Jakarta
Sumber : Kompas Community

Sumber: http://liburan.info/content/view/963/43/lang,indonesian/

0 komentar:

Posting Komentar