Senin, 10 Juni 2013

Jogjakarta : Keramahan dan Budaya yang Membuat Rindu (Part 2 of 2)


Seperti Memiliki Pantai Pribadi di Pantai Krakal
Hamparan laut luas tak bertepi serta suasana sunyi yang hanya memperdengarkan deburan ombak selalu dapat membuat pikiran saya berelaksasi sambil mengagumi keindahan Tuhan. Hal inilah yang saya rasakan ketika tiba di Pantai Krakal.

Pantai Krakal, Gunung Kidul (dok.istimewa)
Pantai Krakal berada di bibir Pantai Selatan, Laut Jawa yang termasuk ke dalam wilayah administratif Kabupaten Gunung Kidul, Wonosari. Dari Jogjakarta, pantai ini berjarak sekitar 65 km dan dapat ditempuh dalam waktu sekitar tiga jam.

Medan perjalanan memang cukup sulit dan melelahkan. Apalagi, tidak ada angkutan umum yang menuju ke deretan Pantai Selatan ini. Namun, entah untuk yang ke berapa kalinya, kami kembali dibantu oleh warga Jogja. Kali ini, kami dibantu oleh kenalan kami di Jogja yang dengan murah hati meminjamkan mobilnya untuk dipakai menuju Pantai Krakal bahkan turut pula diantarkan hingga sampai tujuan.

Subhanallah. Cantiknya bukan main. Hamparan pasir putih luas sepanjang lima kilometer menyambut Anda dengan keindahannya. Di tengah dan sekitarnya terdapat batu karang besar yang semakin melengkapi keeksotisan Pantai Krakal.

Konon katanya, dulu daerah Krakal merupakan dasar lautan yang mengalami proses pengangkatan. Dasar laut ini semakin lama semakin meninggi dan akhirnya muncul sebagai dataran tinggi. Batu-batuan karang yang ada saat itu, merupakan bekas rumah binatang karang yang hidup di lautan. Sangat tidak mengherankan jika Pantai Krakal menawarkan beragam tekstur alam yang indah.

Di pantai ini, Anda akan dibuat merasa seperti ada di rumah sendiri dengan halaman pesisir pantai yang menghadap ke laut Jawa. Paling tidak itu yang saya rasakan karena kesan sunyi yang begitu kuat di pantai ini. Tidak ada pengunjung lain selain rombongan kami. Kedai-kedai makanan pun yang lazim ada di pantai wisata tidak tampak di sini. Oleh karena itu, saya sarankan kepada Anda untuk membawa perbekalan dari rumah.

Namun, dibalik keindahannya ada beberapa hal yang harus Anda perhatikan di Pantai Krakal saat Anda berenang di pantai ini. Meski terlihat landai, namun Pantai Krakal yang masih bagian dari pantai selatan tersebut memiliki ombak besar yang sewaktu-waktu bisa datang dan menyeret Anda.

Setelah lelah bermain mulai dari matahari berada di garis lurus hingga matahari terbenam, kami pun memutuskan untuk pulang. Perjalanan pulang saat itu cukup mengerikan karena jalanan yang sepi dan gelap. Tidak ada penerangan lampu jalan sepanjang perjalanan. Penerangan hanya mengandalkan lampu mobil kami saja.

Sekitar sejam kemudian, masih di daerah Wonosari, kami memutuskan untuk mampir di sebuah kedai kopi di atas bukit. Wilayah ini ternyata cukup terkenal karena pemandangannya yang indah langsung menghadap ke jantung kota Jogja. Mirip dengan Puncak Pas di Cipanas, tapi bisa dibilang ini lebih baik. Karena saat itu sudah malam, keindahan kota Jogja tampak sempurna dari atas. Kerlip-kerlip lampu kota bersinergi apik dengan pancaran sinar rembulan dan ribuan bintang yang tampak begitu jelas. Pantaslah wilayah ini dijuluki sebagai Bukit Bintang.
Bukit Bintang, Wonosari (dok.istimewa)


Bermain-main di Alun-Alun Selatan (Kidul)
Malam boleh saja telah larut, tetapi kami tidak ingin menyia-nyiakan waktu di rumah tanpa mengeksplor setiap sedut kota Jogja. Akhirnya, suatu saat kami memutuskan pergi ke Alun-alun Selatan atau yang biasa disebut Alun-alun Kidul (Alkid). Alkid merupakan bagian dari kompleks Kekratonan Yogyakarta yang dijadikan sebagai halaman kediaman raja.

Tempat ini bisa dijangkau dengan berjalan ke arah selatan dari Sentra Makanan Khas Gudeg Widjilan. Semakin malam Alkid akan semakin banyak dikunjungi orang. Hal ini dikarenakan di pekarangan yang luas bebentuk persegi ini banyak yang dapat Anda nikmati mulai dari tradisi masangin, bermain ATV, hingga menikmati ronde yang menghangatkan tubuh.

Masangin merupakan sebuah kepercayaan dimana jika seseorang berhasil melawati dua buah pohon beringin besar yang ada di Alkid dengan mata tertutup, maka keinginannya akan terkabul. Teman-teman yang lain banyak yang tidak berhasil. Biasanya ketika sudah dekat pohon beringin, entah mengapa mereka akan secara tidak sadar akan berbelok arah. Namun, saya berhasil melewatinya. Boleh percaya atau tidak, tetapi harapan saya terkabulkan beberapa saat kemudian. Hore! :P

Selesai bermain masangin, kami melihat di satu sudut Alkid terdapat beberapa ATV yang berjejer. Kami pun berjalan mendekatinya. Dan ternyata benar. ATV tersebut memang untuk disewakan. Tanpa berpikir panjang, kami pun menyewa empat ATV dan puas berkeliling Alkid. Harga penyewaannya sangat murah yakni Rp 5.000,-.

Sambil menunggu seorang teman datang, kami sepakat untuk menghangatkan diri dengan ronde seharga Rp 3000,- yang tumpah ruah di sekeliling Alkid. Ditemani iringan nada dari para seniman jalanan, kami pun menghabiskan malam. Sungguh nikmat.

Jika Anda ke Alkid pada siang hari, jangan lupa untuk mengunjungi sentra gudeg Widjilan. Terdapat sebuah warung gudeg terkenal yaitu Gudeg Yu Djum. Harga gudegnya sekitar Rp 12.000,-. Tapi, entah mengapa rasa gudeg ini tidak sesuai dengan lidah saya. Terlalu manis. Tapi, tidak ada salahnya Anda untuk mencoba gudeg ini karena memang cukup terkenal di Jogja. 


Pantai Krakal, Gunung Kidul (dok.istimewa)
Gudeg Yu Djum (dok.istimewa)

Tersasar di Kebun Istana Sultan
Di hari terakhir ini, kami memutuskan untuk menjelajahi Taman Sari. Untuk menuju Taman Sari, kami menggunakan bus TransJogja (semacam bus TransJakarta) dari Monumen Jogja Kembali (Monjali), daerah tempat penginapan kami di hari terakhir. Kami turun di Jalan Malioboro untuk kemudian menggunakan becak ke Taman Sari. Harga tiket TransJogja yaitu Rp 3.500,- dan harga becak sekitar Rp 5.000,- .

Sesampainya disana, kami berdua yang sama sekali tidak tahu arah ini masuk lewat sebuah pintu kecil yang mengantarkan kami melewati lorong-lorong bawah tanah. Begitu keluar dari lorong, kami menemukan sebuah runtuhan bangunan kuno seperti istana kerajaan. Di sana, Anda dapat mengamati kawasan Keraton Yogyakarta dan sekitarnya. Jika dilihat dari jauh gedung ini seperti mengambang di atas air. Oleh karenanya tidak mengherankan jika kemudian Taman Sari dijuluki dengan nama "Istana Air" (Water Castle).

Taman sari pada dasarnya terbagi ke dalam empat bagian. Bagian pertama adalah danau buatan yang terletak di sebelah barat. Bagian selanjutnya adalah bangunan yang berada di sebelah selatan danau buatan antara lain Pemandian Umbul Binangun. Bagian ketiga adalah Pasarean Ledok Sari dan Kolam Garjitawati yang terletak di selatan bagian kedua. Bagian terakhir adalah bagian sebelah timur bagian pertama dan kedua dan meluas ke arah timur sampai tenggara kompleks Magangan.

Spot foto paling menarik adalah Pemandian Umbul Binangun yang merupakan kolam pemandian bagi Sultan, para istri beliau, serta putri-putri beliau. Kompleks ini dikelilingi oleh tembok yang tinggi. Untuk sampai ke dalam tempat ini disediakan dua buah gerbang, satu di sisi timur dan satunya di sisi barat. Di dalam gerbang ini terdapat jenjang yang menurun. Di kompleks Umbul Pasiraman terdapat tiga buah kolam yang dihiasi dengan mata air yang berbentuk jamur. Di sekeliling kolam terdapat pot bunga raksasa. Selain kolam juga terdapat bangunan di sisi utara dan di tengah sebelah selatan.

Kolam Pemandian Taman Sari (dok.istimewa)

Sayang waktu sudah semakin sore, kami harus pulang mengambil barang bawaan dan bersiap untuk meninggalkan kota ini untuk kembali melakukan aktivitas di Jakarta.


***

DAFTAR HARGA
Tiket kereta Taksaka Rp 250.000
Tiket kereta bisnis Rp 110.000
HTM Ratu Boko Rp 10.000
HTM Ramayana Rp 50.000
HTM Pantai Krakal Rp 2.000
Makan puas di angkringan Rp 4.000 – Rp 6.000
Bus TransJogja Rp 3.500
ATV Rp 5.000
Gudeg Yu Djum Rp 12.000

(Artikel ini sudah mendapat persetujuan penyebaran tulisan di situs GLII dari penulis aslinya, Sabrina)

0 komentar:

Posting Komentar