Pulau bunta adalah salah satu pulau paling barat di Indonesia. Pulau ini masih termasuk wilayah kecamatan Peukan Bada, Aceh Besar. Jaraknya sekitar satu jam perjalanan dengan kapal motor dari daerah Lam Teungoh, Aceh Besar. Biaya perjalanan pulang-pergi dari dan ke Pulau Bunta Rp. 80.000,- per orang. Biaya ini sebagai bagian patungan dari delapan orang untuk penyewaan kapal motor ukuran sedang saat saya dan kawan-kawan berkunjung ke pulau ini.
Ada yang bilang pulau ini dinamai Bunta karena bentuknya yang seperti punggung unta, memiliki dua bukit yang menjulang di atasnya. Ketika kapal hampir mendekati pulau ini, dari kejauhan sudah dapat kita lihat sebagian besar wilayah hutan pulau ini yang dipenuhi dengan pohon kelapa.
Begitu tiba di Pulau Bunta, kita akan disambut oleh pemandangan indah pantai pasir putih dan air laut yang jernih. Pulau ini termasuk pulau yang sedikit penghuninya. Hanya ada beberapa rumah panggung kecil dan sebuah gedung serba guna milik desa di pulau ini. Penduduk tetapnya hanya tujuh KK, sedangkan sekitar 30 KK lainnya hanya datang sekali-kali ke pulau untuk mengurus dan mengambil hasil kebunnya, kemudian kembali lagi ke daratan utama Aceh. Listrik di pulau ini dihasilkan oleh generator, sekedar untuk kebutuhan penerangan. Hanya ada jalan-jalan setapak kecil sebagai penghubung antar rumah, tanpa jalan besar, apalagi kendaraan bermotor.
Salah satu keunikan pulau ini adalah tidak adanya monyet dan tupai. Jadi pohon kelapa yang terdapat di hutan seluruh pulau ini amaan dari gangguan hama. Binatang yang dapat disebut hama di pulau ini mungkin hanya babi hutan yang sekali-kali muncul. Namun sayang, walaupun bebas dari gangguan hama binatang, kelapa-kelapa ini kurang dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk kesejahteraan penduduk pulau. Menurut Pak Haryadi, seorang penduduk yang sudah 11 tahun tinggal di Pulau Bunta, hal ini terjadi karena tidak adanya dermaga untuk merapat kapal besar di pulau, untuk mengangkut hasil alam yang banyak seperti kelapa ke daratan utama Aceh. Sedangkan kalau menggunakan kapal kecil, kapasitasnya sangat tebatas.
Memang pulau ini agak kekurangan perhatian dari pemerintah tingkat atas. Untung masih ada Pak camat, keuchik (kepala desa) dan masyarakat seperti Pak Haryadi yang peduli dan terus berusaha agar pulau ini mendapat perhatian dan bantuan dari pemerintah yang lebih tinggi. Satu lagi keunikan pulau ini, walaupun banyak nyamuk di malam hari, tapi nyamuk-nyamuk itu tidak akan menggigit kita. Menurut Pak Haryadi, hal ini mungkin karena ada tumbuhan di pulau ini yang menimbulkan suatu reaksi pada nyamuk-nyamuk ini. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai hal ini.
Fasilitas di pulau ini masih sangat minim. Sinyal telepon selular pun sangat lemah dan timbul tengelam. Kalau ingin berkunjung kesini sebaiknya membawa bekal makanan sendiri dari daratan utama karena tidak ada yang menjual makanan disini. Kecuali kalau Anda ingin memancing dan makan dari ikan hasil pancingan Anda. Ada beberapa titik pemancingan yang bagus di pulau ini. Untuk yang ingin menginap, ada beberapa pondok yang bisa digunakan di pulau ini. Biasanya pengunjung yang menginap adalah yang datang khusus untuk memancing. Sedangkan yang datang untuk jalan-jalan bisa datang pagi dan pulang sore ke daratan Aceh. Di Pulau Bunta kita juga bisa melakukan snorkling di lepas pantainya dan melihat keindahan karang serta ikan-ikan penghuninya.
Pulau Bunta, pulau yang indah. Namun, pulau ini masih harus mendapat perhatian yang lebih dari pemerintah. Juga perlu penambahan fasilitas dan perbaikan agar dapat menarik lebih banyak pengunjung serta meningkatkan kesejahteraan penduduknya. Kalau ada kesempatan, cobalah berkunjung ke Pulau Bunta.
*Update: Biaya ke Pulau Bunta saat ini mungkin lebih mahal karena blog ini ditulis pada tahun 2011.
Ahmad Zaki berasal dari Banda Aceh, Provinsi Aceh. Alumni Teknik Sipil Unversitas Syiah Kuala, Banda Aceh angkatan 2006 ini orangnya simpel, cuek, pendiam, logis. More...
Pemandangan yang menyambut kedatangan kami |
Ada yang bilang pulau ini dinamai Bunta karena bentuknya yang seperti punggung unta, memiliki dua bukit yang menjulang di atasnya. Ketika kapal hampir mendekati pulau ini, dari kejauhan sudah dapat kita lihat sebagian besar wilayah hutan pulau ini yang dipenuhi dengan pohon kelapa.
Laut yang cocok untuk snorkling |
Begitu tiba di Pulau Bunta, kita akan disambut oleh pemandangan indah pantai pasir putih dan air laut yang jernih. Pulau ini termasuk pulau yang sedikit penghuninya. Hanya ada beberapa rumah panggung kecil dan sebuah gedung serba guna milik desa di pulau ini. Penduduk tetapnya hanya tujuh KK, sedangkan sekitar 30 KK lainnya hanya datang sekali-kali ke pulau untuk mengurus dan mengambil hasil kebunnya, kemudian kembali lagi ke daratan utama Aceh. Listrik di pulau ini dihasilkan oleh generator, sekedar untuk kebutuhan penerangan. Hanya ada jalan-jalan setapak kecil sebagai penghubung antar rumah, tanpa jalan besar, apalagi kendaraan bermotor.
Salah satu keunikan pulau ini adalah tidak adanya monyet dan tupai. Jadi pohon kelapa yang terdapat di hutan seluruh pulau ini amaan dari gangguan hama. Binatang yang dapat disebut hama di pulau ini mungkin hanya babi hutan yang sekali-kali muncul. Namun sayang, walaupun bebas dari gangguan hama binatang, kelapa-kelapa ini kurang dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk kesejahteraan penduduk pulau. Menurut Pak Haryadi, seorang penduduk yang sudah 11 tahun tinggal di Pulau Bunta, hal ini terjadi karena tidak adanya dermaga untuk merapat kapal besar di pulau, untuk mengangkut hasil alam yang banyak seperti kelapa ke daratan utama Aceh. Sedangkan kalau menggunakan kapal kecil, kapasitasnya sangat tebatas.
Pantai pasir putih yang indah |
Memang pulau ini agak kekurangan perhatian dari pemerintah tingkat atas. Untung masih ada Pak camat, keuchik (kepala desa) dan masyarakat seperti Pak Haryadi yang peduli dan terus berusaha agar pulau ini mendapat perhatian dan bantuan dari pemerintah yang lebih tinggi. Satu lagi keunikan pulau ini, walaupun banyak nyamuk di malam hari, tapi nyamuk-nyamuk itu tidak akan menggigit kita. Menurut Pak Haryadi, hal ini mungkin karena ada tumbuhan di pulau ini yang menimbulkan suatu reaksi pada nyamuk-nyamuk ini. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai hal ini.
Fasilitas di pulau ini masih sangat minim. Sinyal telepon selular pun sangat lemah dan timbul tengelam. Kalau ingin berkunjung kesini sebaiknya membawa bekal makanan sendiri dari daratan utama karena tidak ada yang menjual makanan disini. Kecuali kalau Anda ingin memancing dan makan dari ikan hasil pancingan Anda. Ada beberapa titik pemancingan yang bagus di pulau ini. Untuk yang ingin menginap, ada beberapa pondok yang bisa digunakan di pulau ini. Biasanya pengunjung yang menginap adalah yang datang khusus untuk memancing. Sedangkan yang datang untuk jalan-jalan bisa datang pagi dan pulang sore ke daratan Aceh. Di Pulau Bunta kita juga bisa melakukan snorkling di lepas pantainya dan melihat keindahan karang serta ikan-ikan penghuninya.
Pulau Bunta sewaktu kami kembali ke Banda Aceh |
Pulau Bunta, pulau yang indah. Namun, pulau ini masih harus mendapat perhatian yang lebih dari pemerintah. Juga perlu penambahan fasilitas dan perbaikan agar dapat menarik lebih banyak pengunjung serta meningkatkan kesejahteraan penduduknya. Kalau ada kesempatan, cobalah berkunjung ke Pulau Bunta.
*Update: Biaya ke Pulau Bunta saat ini mungkin lebih mahal karena blog ini ditulis pada tahun 2011.
Tulisan ini telah mendapat persetujuan dari penulisnya Ahmad Zaki
Ahmad Zaki berasal dari Banda Aceh, Provinsi Aceh. Alumni Teknik Sipil Unversitas Syiah Kuala, Banda Aceh angkatan 2006 ini orangnya simpel, cuek, pendiam, logis. More...